December 27, 2016

White Sin, Realita Dunia Nyata, dan Sebuah Pernyataan Matematika Sederhana (i.e perkalian/pembagian)

Saya bukanlah seorang ahli matematika. Meski begitu, bukan berarti tulisan ini dituliskan tanpa dasar sama sekali. Saya pernah mempelajari beberapa hal terkait perkalian dan pembagian dalam ilmu matematika, (dan saya yakin begitupun dengan Anda). Namun, kaitannya dengan realita dunia nyata adalah murni hasil pemikiran dan pengalaman saya sendiri. So, jika sepanjang tulisan ini terdapat hal – hal yang kurang tepat dan sangat tidak empiris mohon kiranya untuk jangan sungkan – sungkan mengkritisi dan mengkoreksinya.

            Semua ini berawal sejak beberapa tahun yang lalu, ketika saya duduk di bangku SMA. Saya mendapati sebuah pertanyaan yang, entahlah, saya tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan pertanyaan ini karena butuh bertahun-tahun bagi saya untuk menemukan jawabannya.

“jika kamu menggunakan cara yang salah untuk menyelamatkan anakmu, apakah itu menjadikanmu seorang ibu yang buruk?”

Pertanyaan ini saya dapati dari sebuah novel berjudul “My Sister’s Keeper”. Untuk yang belum pernah membacanya, saya merekomendasikan sekali untuk membacanya. Membaca ya, bukan menonton, karena novel dan film memiliki jalan cerita yang cukup berbeda. Mungkin saja jika anda membacanya anda akan menemukan kebimbangan jawaban terhadap pertanyaan tsb layaknya diri saya.

Ok, kembali ke inti permasalahan. Hal pertama yang membuat saya bimbang terhadap pertanyaan itu adalah mungkin karena saya seorang wanita. Pada awalnya, saya ingin menjawab ya, itu sangat buruk karena saya merasa sangat sedih dan kasihan sekali terhadap Anna (tokoh utama dalam novel tsb). Bagaimana mungkin seorang ibu tega memperlakukan anaknya sendiri, darah daging sendiri, dengan cara seperti itu? Sungguh diluar nalar saya sebagai sorang siswa SMA kala itu. Namun semakin saya melanjutkan membaca, saya mendapati sisi lain dari diri saya dimana saya juga merasa kasihan dan sangat tidak tega jika berada diposisi sang Ibu; Ibu tersebut mengumpakan dalam sebuah kebakaran besar, salah satu anakmu terjebak, kau ingin sekali berlari kedalam untuk menyelamatkannya, namun itu tidak mungkin karena celah api hanya bisa dimasuki oleh anak – anak, bukan orang dewasa. Apakah kau hanya berdiam diri dan membiarkan satu anakmu menjadi korban didalam sana sementara kau tau bahwa anakmu yang lainnya bisa saja berlari kedalam dan menyelamatkannya? Berhenti di poin tersebut dan saya menarik kembali semua justifikasi saya terhadap perilaku sang ibu.

Bertahun – tahun saya tidak dapat melupakan pertanyaan itu, selalu teringat dan penasaran akan jawabannya. Iya juga ya? Bagaimana jika, pada suatu momen yang tidak pernah disangka – sangka, diri ini dihadapi dengan posisi sulit semacam itu? Bagaimana jika suatu saat nanti, ada hal – hal yang sebenarnya berujung pada kebaikan namun tidak ada hal baik yang dapat mengantarkannya kesana? Hanya ada jalan yang salah, jalan yang buruk, jalan yang tidak/kurang tepat untuk mencapainya. Apakah itu akan dihitung sebagai sebuah kesalahan/keburukan? Meskipun pada akhirnya nanti adalah sebuah kebaikan yang dituju, tidak lain dan tidak bukan, hanya demi kebaikan semata. Apakah tetap tidak diperkenankan?

Saya berhenti dititik itu karena saya tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Saya hanya  terus memikirkannya tentang apa jawaban terbaik dari pertanyaan itu (sebenarnya saya cukup kesal dengan penulisnya, kenapa dirinya menaruh pertanyaan semacam itu tepat di cover depan novel tsb, membuat pembaca, atau saya lebih tepatnya, terus terngiang – ngiang dan penasaran saja).

Sampai akhirnya menjelang ujian nasional try out dan semacamnya. Saya sering kali terjebak dengan jalan cerita soal yg disajikan meskipun secara logika sudah benar. Jadi, pada waktu itu salah satu guru saya mengajarkan untuk memenggal soal dan mengghubungkannya dengan pernyataaan positif, negatif. Jika dua penyataan yang disajikan di soal berbeda, maka jawaban yang diminta pastilah negatif. Namun sebaliknya, jika kedua pernyataan sejenis, maka jawaban yang diminta pastilah pernyataan positif. Sebenarnya saya sudah lupa dengan metode ini karena ini sudah bertahun – tahun yang lalu lamanya. Namun dengan metode itu, hasil try out saya berhasil meningkat. Mungkin jika saat ini saya dihadapkan dengan contoh dan tipe soal yang sama, sedikit banyak saya masih bisa menerapkannya, but I forget and can’t found one. So just skip this. Pada titik ini saya masih belum terpikirkan kaitan antara pertanyaan pada novel My Sister’s Keeper dengan persamaan matematika sederhana (i.e perkalian/pembagian positif negatif). Sampai kembali pada suatu hari, dalam sebuah pelajaran matematika di SMA. Kala itu kami mempelajari bab logika; premis jika, maka, jika dan hanya jika dsb. Pada waktu itu guru kami bukanlah guru biasa, how to say this, I mean, beliau tidak suka dengan soal – soal biasa yang ada dibuku. Beliau senang sekali berekperimen dengan soal – soal yang menantang. Jadi, pada bab logika kali ini, kami diberi soal tentang pemecahan masalah kasus persidangan di sebuah pengadilan, dan ya, kami harus dapat menyelesaikannya dan menemukan kebenaran dengan menggunakan rumus – rumus logika matematika. Alibi korban, pelaku, saksi, dan pernyataan – pernyataan lainnya. Semua harus diselesaikan dengan logika matematika. Seru? Tentu saja, sangat menantang, karena ini kaitannya dengan hidup mati kami (re:nilai), tetapi, bukan itu yang menjadi sorotan utama saya. Kata – kata beliau-lah yang pada akhirnya berhasil membangunkan cara berpikir kami semua, termasuk saya.

jika semua permasalahan di dunia ini dikaitkan dengan rumus matematika, tidak mustahil sesungguhnya untuk menemukan sebuah kebenaran. Matematika kehidupan; perhitungan tidak hanya dilakukan untuk menjawab soal – soal yang ada dibuku tetapi untuk menjawab juga persoalan – persoalan yang muncul dalam kehidupan di dunia nyata”
And I just got speechless at that time.

Sampai dititik itupun saya masih biasa saja atau belum terpikirkan apa – apa lebih tepatnya. Sampai akhirnya disuatu masa ketika saya sudah lulus SMA, saya teringat kembali dengan pernyataan itu, pertanyaan yg sempat menghatui saya selama beberapa waktu ketika saya di SMA. Pertanyaan yang bersal dari cover novel My Sister’s Keeper. Lagi – lagi, pada waktu itu saya masih hanya sebatas teringat dan terpikir saja; sudah selama ini saya masih belum juga mendapatkan jawabannya. How’s it My God? Sampai pada akhirnya saya teringat kembali dengan dua kejadian ketika saya SMA. Kejadian yg saya sudah sebutkan diatas. Kejadian tentang menyelesaikan persoalan dengan rumus matematika. Persoalan yang tidak hanya muncul di buku soal saja, tetapi juga di dunia nyata. Dan saya pun mencoba mengaplikasikannya pada pertanyaan tsb. Begini kira – kira perhitungannya.

Jika kamu menggunakan cara yang salah (-)
Untuk menyelamatkan anakmu (+)

Apakah itu menjadikanmu sorang ibu yang buruk?
Jawab: + (x) - = - (negative)

Jika saya mengerjakannya menggunakan rumus perkalian matematika, jawaban yang didaat adalah negative. Maka, jika boleh saya menginterpretasikannya kedalam pernyataan tersebut, apakah cara itu menjadikanmu seorang ibu yang buruk atau tidak. Maka jawabannya ya, benar. Dengan berat hati akan saya katakana bahwa cara yang salah tersebut, menjadikan sesuatu yang tidak baik/negatif lainnya. Atau dengan kata lain, tidak ada hal baik yang didapatkan dengan cara yang tidak baik, sama halnya dengan sebuah pernyataan matematika sederhana dalam perkalian dan/atau pembagian; sampai kapanpun, tidak akan pernah didapatkan bilangan positif jika kedua bilangan yang disatukan mengandung unsur yang berbeda (i.e postif dan negatif). Sebuah bilangan positif hanya akan bisa muncul jika keduanya sejenis.

Sebagian Anda mungkin akan berpendapat bahwa kenapa memilih perkalian/pembagian, kenapa tidak add, plus, minus? Why? ya, saya pun sempat terpikirkan hal semacam itu, tetapi bukankah pernyataan add, plus, minus adalah sebuah kalimat matematika yang sangat sederhana. I mean, those are the things that we first learnt dan hasilnya pun akan mutlak. Ambil contoh, sebuah gelas yg berisi air kotor, jika terus-menerus disikan air jernih, maka lama kelamaan air dalam gelas tsb akan jernih dengan sendirinya. Sebuah bilangan/kejadian positif dalam jumlah besar akan meniadakan negative. Pun sebaliknya sebuah bilangan/kejadian negatif jika terus menerus ditambahkan negative akan menjadi semakin negative? See what I mean? Plus and minus is just the matter of linier thing. Berbeda dengan perkalian/pembagian yang menunjukan cara, how things work. Ingat dengan pelajaran peluang/probabilitas/kemungkinan? Cara yang digunakan dalam memperhitungkan sebuah peluang adalah dengan mengalikan berapa banyak kejadian yang terjadi dengan harapan munculnya sebuah kejadian (frekuansi harapan, ruang sample, dsb2 itu, I’m not really good at math, teman – teman yang berasal dari Department of Science mungkin akan lebih bisa menjelaskannya secara tepat) but, seperti itulah kurang lebihnya, alasan kenapa saya pada akhirnya memilih perkalian dan pembagian sebagai basis penulisan konten tidak ilmiah didalam blog saya ini. Karena perkalian/pembagian menunjukan cara how things work. *cmiiw

Kemudian, kurang lengkap rasanya jika saya hanya mendasarinya berdasarkan rumus matematika sederhana hasil pemikiran saya yang belum tentu jelas kebenaran dan keterkaitanya dengan pernyataan yang sudah saya bahas sepanjang ini. Maka, saya pun akan mencoba memambahkan bahasannya melalui kacamata kepercayaan yang saya anut selama ini.

Saya bukanlah ahli agama, saya masih jauh dari kata sempurna dan tentu saja masih butuh banyak belajar lagi. Tapi setidaknya jika mengaitkannya dengan pertanyaan di cover novel My Sister’s Keeper, saya terpikirkan dengan beberapa ilmu yang pernah diajarkan guru – guru serta pembimbing saya.

Pertama, bahwa dalam kepercayaan yang saya anut, dikatakan bahwa sesungguhnya setiap insan akan dimintai pertanggung jawaban terhadap semua hal yang dilakukan, sebesar debu-pun takkan terlewatkan. Maka, berlandaskan pernyataan tsb saya mengambil kesimpulan bahwa terlepas dari apapun akhirnya, jika itu keburukan, tetaplah keburukan dan patut untuk dipertanggung jawabkan. Karena it’s not only about the result, but also the process. Pastikan prosenya baik agar hasil akhirnya pun semakin baik.

Kedua, saya pernah membaca sebuah kisah tentang pengobatan zaman dahulu. Namun, dalam kisah tsb diceritakan bahwa pd waktu itu hanya ad acara yang tidak halal untuk mengobatinya. Maka, turunlah sabda bahwa sesungguhnya semua penyakit ada obatnya, namun Tuhan tidak akan pernah meletakkan kesembuhan/obat pada cara yang tidak baik (haram). Kurang lebih seperti itulah inti dari kisah tersebut. Dan darisitu saya semakin yakin bahwa sesungguhnya, Tuhan-pun tidak menghendaki jika demi sebuah kebaikkan harus ada cara – cara yang tidak baik yang harus ditempuh atau dilalui. Sebuah kebaikkan pada hakikatnya harusnya dicapai dan diraih dengan cara – cara yang baik pula. Jika cara mendapatkanya tidak baik, saya ragu untuk tetap bisa menyebutnya sebagai sebuah kebaikkan setelah rumus matematika bekerja dan kepercayaan yang saya anut memiliki juga sabdanya. Bagaimana dengan Anda? Masihkan percaya dan yakin dengan adanya “Dosa Putih”? white sin? You know, dalam ilmu psikologi (yang membahas tentan kejujuran/kebohongan) terdapat sebuah istilah yang diebut dengan white lies? Terminologis White sin kurang lebih sama dengan White lies itu sendiri.

Sebagai kata – kata penutup, saya mengutip sebuah pernyataan dari film yang saya lupa judulnya apa, tapi kurang lebih seperti inilah bunyinya “You know what really sucks about doing something you know you’re not right for? You do it anyway!

Pada akhirnya, setelah melaui perjalan tahunan yang cukup panjang, saya dapat menjawab perntanyaan yang tertera di cover depan novel My Sister’s Keeper. The answer is, according to me, yes, it ain’t good Miss. Jika itu tidak baik, seharusnya, janganlah dipaksakan, karena saya percaya, Tuhan hanya akan meberikan apa yang kita butuhkan, sesuatu yang terbaik menurut-Nya, bukan apa yang kita inginkan. Sesuatu yang menurut manusia baik, belum tentu baik menurut-Nya Cause God works in a really amazing way that none ever expect.

I think that’s all from me.
A note for an-end-year-self-reflection
See yaa, and Gnight!

Jakarta
11:11PM - 27/12/16


PS: tambahan tentang landasan kepercayaan dan keagamaan adalah murni juga berdasarkan ajaran didalam kepercayaan yang saya anut. Untuk teman – teman yang memiliki keprcayaan yang berbeda bisa mengaitkannya dengan kepercayaan masing – masing dan/atau bahkan menghilangkan argument saya tsb. Main argument of this paper is actually on the mathematical formula with the real life situations and conditions.